Sabtu, 12 Oktober 2013

Sebuah 'Pesan' - Mengeja Doa-doa Art Exhibition


Sebuah ‘Pesan’


Bukan tanpa sengaja aku mendengar lagu Raindrops Keep Falling on My Head, yang dinyanyikan oleh B.J Thomas ini. Pagi tadi, teman kantorku mendadak bertanya soal siapa penyanyi lagu yang sering kami dengar tapi tidak pernah tahu siapa yang menyanyikannya.
Bermodal laptop dan sambungan internet, aku pun menjelajah dunia maya. Googling sebentar dengan mengetikkan judul lagunya, dan tanpa kendala aku menemukannya. Liriknya, nama penyanyinya, sekaligus klip videonya. How internet could be that helpful!
Sambil menyampaikan kabar ke temanku tadi, aku mengamati liriknya, ikut bernyanyi bersama B.J Thomas yang klipnya aku putar sekalian (ya, setelah streaming yang lumayan lama.. maklum, lemot!), sampai akhirnya aku teringat sesuatu. Bukan hanya tentang lagu itu, tapi juga betapa sebuah lagu akan memberikan makna yang berbeda jika didengarkan pada saat-saat yang berlainan. Mungkin lagu itu sekadar lagu biasa, yang hanya indah didengar, tapi tak berefek apapun juga. Tapi sebuah lagu, bisa jadi, menggugah sesuatu dari dalam hati, lalu memberikan semangat dan efeknya luar biasa untuk memunculkan senyum.
Teman baikku, Indah Wd, pernah bilang: “The right message will come along to our lives at the perfect time, somehow, someday.” Yang bila diterjemahkan dengan bebas adalah ‘pesan-pesan’ yang tepat akan mengunjungi kita di saat yang tepat ketika kita benar-benar membutuhkannya.

‘Pesan-pesan’ itu bisa berupa apa saja.
Seperti tulisanku yang kemarin, Sebuah Novel dan Penulisnya, ternyata membantu seorang teman penulis yang sedang kehilangan semangat untuk menulis karena merasa terintimidasi dengan karya-karya orang lain yang dianggapnya jauh lebih bagus. Aku bilang padanya, seperti yang sudah aku tulis di tulisanku kemarin, kalau sebuah karya pasti akan memiliki golongan peminatnya sendiri. Setiap tulisan memiliki ciri khas masing-masing. Jadi? Tetap berkarya. Menulis dari hati akan memberikanimpact yang luar biasa, kelak. Tenang saja!
Kadang, ‘pesan’ itu juga muncul di sebuah kaos seseorang yang sama-sama menumpang sepeda motor seperti seorang teman dan suaminya. Ketika berboncengan ke kantor, dia melihat seorang pengemudi sepeda motor memakai sebuah kaos yang bertuliskan ‘pesan’ untuknya. Dia lupa apa tulisan persisnya, tapi yang dia ingat, tulisan itu adalah tentang TERSENYUM. Temanku bilang, “Bener, deh, La. Tulisan itu mengingatkan aku kalau senyum itu memang nggak pake modal, tapi ngasih efek yang luar biasa buat aku dan sekelilingku…” Dan bukan kebetulan kalau saat temanku melihatnya, dia sedang susah tersenyum karena memiliki banyak masalah, kan?

Apalagi, ya?
Sepertinya akan lebih menyenangkan kalau kamu membantu aku mencari contoh-contoh yang lain, deh.. :)
Nah, the right message memang akan datang di saat yang tepat. Exactly kapan kita membutuhkannya. Tanpa sadar, seluruh dunia akan berkonspirasi untuk mengajakmu bangkit lagi, make a changetake a step, dan mulai menjadi seseorang yang lebih baik lagi. Tulisan di kaos, membaca sebuah artikel yang tepat menyentuh hati, melihat papan reklame, melihat seseorang di pinggir jalan, bercakap-cakap dengan seseorang, atau ini.
Seperti lagu yang tadi aku dengarkan, aku nyanyikan lariknya, dan kumaknai setiap kalimatnya, menjadikan aku sebagai perempuan yang tak ingin terlalu dimanjakan rasa sedih. Perhatikan liriknya dan kamu akan tahu kenapa aku bilang begini.

“Raindrops keep fallin’ on my head
And just like the guy whose feet are too big for his bed
Nothin’ seems to fit
Those raindrops are fallin’ on my head, they keep fallin’

So I just did me some talkin’ to the sun

And I said I didn’t like the way he got things done
Sleepin’ on the job
Those raindrops are fallin’ on my head, they keep fallin’

But there’s one thing I know

The blues they send to meet me won’t defeat me
It won’t be long till happiness steps up to greet me

Raindrops keep fallin’ on my head

But that doesn’t mean my eyes will soon be turnin’ red
Cryin’s not for me
‘Cause I’m never gonna stop the rain by complainin’
Because I’m free
Nothin’s worryin’ me…”

Ada sedikit selaput air mata yang membayang di permukaan bola mataku, tapi mendengarkan lagu ini seperti memberi energi yang sangat kuat untuk terus tersenyum.
‘Raindrops’ akan terus berjatuhan, tapi aku tidak akan banyak komplain tentang keadaan. Tidak berarti kedua bola mataku bakal berubah menjadi merah lalu menangis hebat.
Dan lagu itu semakin mencerahkan hari ketika sebuah liriknya berkata, “The blues they send to meet me won’t defeat me. It won’t be long till happiness steps up to greet me.”

Ya.

Aku tidak akan menyerah.

Bersabar saja.

Jadi, jadi.

Sekarang kamu percaya, kan, kalau ‘pesan-pesan’ itu akan datang di saat yang paling tepat? Karena kalau tidak, lagu seperti ini akan lewat begitu saja tanpa kumaknai sedikitpun kalimatnya…

Bagaimana dengan kamu? Sudahkah sebuah ‘pesan’ datang kepadamu hari ini?
***

Kantor, Rabu, Oktober 2013, 10.31 Pagi
Makasih, ya, INdah…

Senin, 29 April 2013

Panjangnya Bukan Kepalang - Pameran Tunggal 'Ojo Dumeh' Cahaya Novan,




"Ojo Dumeh"
Cahaya Novan
Miracle Art Space Yogyakarta
2013


PANJANGNYA BUKAN KEPALANG

"Ular naga panjangnya bukan kepalang/ Menjalar-jalar selalu kian kemari/Umpan yang lezat itulah yang dicari/Ini dianya yang terbelaaaa....kang!"
Lagu ini mungkin sering kita nyanyikan ketika kita masih kecil sambil bermain dengan riang gembira dengan teman-teman.. namun, siapakah ular naga ini?

Pada karya Novan Cahaya, Seniman kelahiran Jogjakarta 25thn lalu ini, bisa kita lihat ada 2naga di sisi kanan dan kiri ikut meramaikan karya lukisnya pada pameran tunggalnya kali ini. Setelah saya teliti ternyata motif, bentuk dan rupanya tersebut adalah rupa ular naga Jawa yang serupa dengan naga yang terdapat pada gamelan gong Jawa. Motif hias ular naga pada gong Jawa tersebut posisisnya selalu bertolak belakang , bagian ekornya selalu ada di tengah, hal tersebut merupakan simbol dunia bawah yang turun dari dunia atas. Hal ini menunjukkan bahwa Ular Naga ini adalah sesuatu yang berhubungan dengan simbol dunia-dunia spiritual masyarakat jawa dan dihormati. Orang Jawa percaya bahwa 8 penjuru mata angin di jaga oleh naga. Naga mempunyai 8 keistimewaan , menyembur, menggigit, melilit, kuat, bisa hidup di air dan darat , meronta, bertukar kulit, bisa hidup dari minyak yang disimpan di ujung ekornya.

Ular Naga ini bagi petani jawa adalah makhuk yang dianggap sakral, Ular Naga ini adalah jelmaan Dewi Sri yang dalam kehidupan sehari-hari menjelma dalam bentuk ular sawah. Hal ini tertulis dalam serat babad ila-ila disebutkan : Dewi Sri dan Raden Sadhana adalah kakak beradik. Karena mereka tidak mau tinggal di kraton, maka oleh ayahandanya Prabu Purwacarita mereka dikutuk, Dewi Sri menjadi ular sawah dan Raden Sadhana menjadi burung Sriti. Kemudian mereka pergi entah kemana. Perjalanan dewi Sri atau ular sawah lebih banyak halangan daripada raden Sadhana sebagai burung Sriti . Akhirnya Ular sawah sampai di negeri wirata, berhenti sebentar didusun Wasutira lalu tidur melingkar ditengah-tengah padi. 

Didusun Wasutira inilah Ular sawah diletakkan di Petanen. Ular sawah itu nantinya akan menjaga bayi yang dikandung oleh Ken Sanggi atau istri dari Kyai Brikhu, sebab bayi yang dikandung itu adalah titisan Dewi Tiksnawati. Apabila ular itu mati , maka bayi itu juga akan mati. Demikianlah pada malam hari Ken Sanggi melahirkan anak perempuan dengan selamat. Maka Kyai Brikhu dalam memelihara ular sawah itu sangat berhati-hati jangan sampai mati. Sewaktu Kyai Brikhu tertidur , ular sawah itu seakan-akan berkata agar jangan diberi makan katak melainkan sesaji berupa sirih ayu, bunga serta lampu yang menyala terus. Setelah kyai Brikhu terbangun dari tidur langsung menyiapkan sesaji seperti apa yang diminta ular sawa tadi. Dewi Tiksnawati yang menitis pada tubuh bayi itu membuat huru hara di SBY, tempat kediaman dewa-dewa karena Dewi Tiksnawati tanpa memberi tahu atau ijin dari Sang Hyang Jagadnata. 

Sang Hyang Jagadnata menjadi murka dan mengutus para dewa untuk memberi bancana pada sang Bayi. Akan tetapi gagal karena kena pengaruh tolak bala yang diberi kan Kyai Brikhu dari Ular sawa tadi. Setelah beberapa kali gagal tahulah Sang Hyang Jagadnata bahwa semua itu berasal dari Dewi Sri. Kemudian Sang Hyang Jagadnata atau Batara Guru mengutus para bidadari untuk memanggil Dewi Sri. Dia akan dijadikan bidadari untuk melengkapi bidadari yang ada dikhayangan. permintaan Sang Hyang Jagadnata diterima oleh Dewi Sri, akan tetapi ia mohon agar Raden Sadhana yang dikutuk menjadi burung Sriti agar dapat diruwat menjadi manusia kembali. Ternyata Raden Sadhana telah diruwat menjadi manusia oleh Bagawan Brahmana Marhaesi putra dari Sang Hyang Brahma. Kemudian Raden Sadhana dikawinkan dengan putri yang bernama Dewi Laksmitawahni. Apabila telah berputra, Raden Sadhana akan diangkat menjadi dewa. Kemudian ular sawa diruwat menjadi Dewi Sri kembali oleh para bidadari. Sepeninggal para bidadari, Kyai Brikhu ketika tengah membersihkan petanen terkejut melihat ular sawa lenyap. Yang ada hanya seorang wanita cantik. Kyai Brikhu akhirnya tau bahwa Dewi Sri adalah putri dari Prabu Mahapunggung dinegeri Purwacarita. Sebelum Dewi Sri meninggalkan Kyai Brikhu dan keluarganya dia berpesan agar memberikan sesajen didepan petanen atau kamar tengah agar sandang pangannya tercukupi.setelah itu Dewi Sri moksa dan juga Raden Sadhana kembali ke khayangan.

Oleh karena itu pada setiap pada sethong tengah pada rumah Jawa selalu diberi gambar ular naga sebagai lambang kewanitaan, yaitu Dewi Sri yang memberikan kemakmuran. Para petani apabila ada ular sawah masuk kedalam rumah dijadikan pertanda bahwa sawahnya akan diberikan hasil yang baik atau banyak rejeki. Karenanya mereka tidak mau mengganggu ular sawah dan memberi sesaji.

Namun bagi saya hal ini bisa dibuktikan secara logika. Ular sawah itu menolong Petani dalam menyuburkan dan menjaga sawahnya dari hama tikus yang sangat merugikan. Semakin banyak ular sawah, maka hama tikus bisa dipastikan tidak bisa berkembang biak, sehingga panen bisa berhasil. Oleh karena itu ular naga ini bisa dianggap menjadi sesuatu yang sakral dan dianggap memberikan rejeki. Hal ini sesuai dengan hukum rantai makanan yang berkembang di alam. Oleh karenanya akan lebih baik kalau kita tidak menganggu keseimbangan dari rantai makanan. Bila salah satu rantai terputus maka keseimbangan alam akan terganggu dan kita manusia yang menganggunya akan merasakan efeknya cepat atau lambat.

Dari sini bisa kita simpulkan bahwa ular naga jawa ini tidak memiliki kaitan budaya dengan kebudayaan China. Legenda ular naga ini lahir dan hidup turun temurun dari kehidupan masyarakat Jawa zaman dahulu yang tentunya sebagian besar berprofesi sebagai petani untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. 


Doni kabo 
Perupa tinggal di jogjakarta