Presentasi oleh Doni Kabo "SEMUT, LABA-LABA DAN LEBAH"
dan Pameran Bersama "Sang Rumah"
Peserta :
Doni Kabo dan 24 Santri Sanawiah Yayasan Masyithoh Gamping
Semut, laba-laba, dan lebah adalah tiga binatang kecil yang menjadi nama dari tiga surah di dalam Al Qur’an, yaitu Al Naml (semut), Al Ankabut (laba-laba), dan An Nahl (lebah). Semut adalah binatang yang menghimpun makanan sedikit demi sedikit tampa henti-hentinya. Konon, binatang kecil ini dapat menghimpun makanan untuk bertahun-tahun sedangkan usianya tidak lebih dari satu tahun. Kelobaan semut sedemikian besar sehingga ia berusaha dan seringkali berhasil memikul sesuatu yang jauh lebih besar daripada ukuran tubuhnya, meskipun sesuatu itu tidak berguna baginya.
Selanjutnya, Al Qur’an menguraikan tentang laba-laba: sarangnya adalah tempat yang paling rapuh ( QS 29:41), ia bukan tempat yang aman, apapun yang berlindung di sarangnya akan disergap dan binasa. Jangankan serangga yang tidak sejenis, jantannya setelah selesai ‘berhubungan’ pun disergapnya untuk dimusnahkan oleh betinanya. Telur-telurnya yang menetas saling berdesakan hingga dapat saling memusnahkan. Demikianlah para ahli menjelaskan, sebuah gambaran yang sangat mengerikan mengenai laba-laba.
Akan tetapi, lebah memiliki insting yang—dalam bahasa Al Qur’an—“atas perintan Tuhan ia memilih gunung-gunung dan pohon-pohon sebagai tempat tinggal” (QS 16:68), dan sarangnya dibuat berbentuk segi enam bukan lima atau empat agar tidak terjadi pemborosan dalam lokasi. Makanan lebah adalah kembang, dan tidak seperti semut yang menumpuk makanannya, lebah mengolah makanannya dan hasil olahannya adalah lilin dan madu yang sangat berguna bagi manusia. Lilin digunakan untuk penerang, dan madu—kata Al Qur’an–dapat menjadi obat yang menyembuhkan. Lebah sangat disiplin, menggenal pembagian kerja, dan segala yang tidk berguna disingkirkan dari sarangnya. Lebah tidak menganggu kecuali ada yang mengganggunya, bahkan sengatannya pun dapat menjadi obat.
Sikap hidup manusia seringkali diibaratkan dengan berbagai jenis binatang. Ada manusia yang berbudaya semut, yakni menumpuk tanpa mengolah, ada yang seperti laba-laba yang suka memangsa, dan juga ada lebah yang penuh kemanfaatan. Nabi saw. mengibaratkan seorang mukmin sebagai lebah, sesuatu yang tidak merusak dan tidak pula menyakitkan: Tidaklah makan kecuali yang baik, tidak menghasilkan kecuali yang bermanfaat dan jika menimpa sesuatu tidak merusak dan tidak pula memecahkannya. Nah, dapatkah kita menjadi ibarat lebah, bukan semut apalagi laba-laba?
*Shihab, M. Quraish. 2008. Lentera Al Qur’an. Jakarta: Mizan
di Kersan Art Studio, JL. AS Samawat no 154 Tirtonirmolo KAsihan Bantul Yogyakarta